Wahai hadirin yang mulia, menundukkan pandangan adalah perkara yang diperintahkan Allah ‘Azza wa Jalla dalam Kitab-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman kepada kaum laki-laki: “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya…’” (QS. An-Nur: 30). Kemudian Allah berfirman kepada kaum perempuan: “Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya…’” (QS. An-Nur: 31).
Menundukkan pandangan adalah perkara yang berpengaruh besar pada hati. Oleh sebab itu, Allah ‘Azza wa Jalla menyandingkan antara menundukan pandangan dengan amalan hati. Allah berfirman: “Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh dada.” (QS. Ghafir: 19).
Sebab, mungkin saja kamu sedang berjalan bersama temanmu, lalu mungkin kamu melihat sesuatu, tapi dia tidak tahu apa yang sedang kamu lihat, dan mungkin kamu curi-curi pandang kepada hal yang haram, padahal ia mengawasimu, tapi tidak tahu apa yang sedang kamu lihat.
Karena itulah, dalam riwayat Imam Ahmad dan Al-Hakim dari hadis Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa menundukkan pandangannya dari apa yang diharamkan Allah, padahal ia mampu melihatnya, semata-mata karena mengharapkan ridha Allah ‘Azza wa Jalla, Allah akan menjadikan dalam hatinya rasa manisnya iman.”
Para ulama berkata bahwa manisnya iman ini sebabnya adalah setelah tauhid kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan keikhlasan dalam beribadah kepada-Nya, yakni ketika hati kosong dari keterikatan dengan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta menaruh perhatian penuh pada ibadah-ibadah rahasia.
Karena itulah, seorang hamba tidak akan merasakan manisnya iman seperti yang ia rasakan dalam Shalat Malam dan sedekah secara sembunyi. Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan: “Ada tiga amalan, siapa yang mengamalkannya pasti merasakan manisnya iman.” Salah satunya adalah: “Orang yang membayar zakat hartanya, dan tidak membayar dengan hewan yang sakit atau cacat.” Karena menginfakkan harta secara rahasia tidak diketahui siapa pun selain Allah ‘Azza wa Jalla.
Selain itu, harta juga terasa manis di hati dan disukai. Di antara amalannya juga adalah menundukkan pandangan. Pada zaman ini, menundukkan pandangan menjadi perkara yang sulit dilakukan. Bahkan, seseorang bisa berada di rumahnya sendiri, dengan mengunci pintunya dan menutup gordennya rapat-rapat. sehingga tidak ada satu pun yang melihatnya di tempat itu, kecuali Allah ‘Azza wa Jalla.
Namun, begitu ia membuka gawai di tangannya, atau menatap layar di hadapannya, ia bisa melihat hal-hal haram yang tidak mungkin ia tonton di hadapan orang lain.
Namun, jika ia mengingat balasan yang ada di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, lalu ia menundukkan pandangannya ketika itu, karena mengharap pahala di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, maka berbahagialah, karena ia akan merasakan manisnya iman.
Demikianlah yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Banyak orang yang mengatakan: “Aku pernah dengar Sufyan berkata bahwa menuntut ilmu itu sangat nikmat, tapi mengapa aku tidak merasakannya? Aku juga dengar Ibrahim bin Adham berkata, ‘Kami merasakan kenikmatan luar biasa saat Shalat Malam. Andai putra-putra raja mengetahuinya, mereka pasti akan menebas kami dengan pedang untuk merebutnya.’ Namun, kok aku tidak merasakannya? Aku juga dengar kisah Abdullah bin Zubair, jika ia sudah berdiri untuk shalat, ia larut dalam ibadah hingga tidak sadar siapa yang ada di sampingnya. Bahkan saat lebah mendatanginya, lalu lebah itu menyengatnya berkali-kali, ia tetap tidak bergerak. Setelah selesai, ia berkata, ‘Tadi aku sedang sibuk darinya.’
Dalam Sunan Abi Dawud juga disebutkan bahwa pernah ada anak panah nyasar mengenai seorang Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi ia tidak membatalkan shalatnya. Ia berkata: ‘Tadi aku sedang membaca surat yang lebih kucintai daripada dunia dan seisinya. Andai Nabi tidak memerintahkan kami berjaga, aku tidak akan berhenti membacanya.’ Ini semua, mungkin bisa kita lakukan juga seperti mereka. Hanya saja, hati kita tidak merasakan apa yang mereka rasakan.” Hal ini disebabkan dua hal. Pertama: berkaitan dengan amalan hati yang telah saya sebutkan, yaitu keterpautan sepenuhnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dengan menafikan sekutu bagi-Nya Subhanahu wa Ta’ala dan mengikhlaskan seluruh ibadah.
Di antara bentuk keikhlasan ibadah adalah keikhlasan dalam amalan hati: tidak bertawakal, tidak memohon pertolongan, tidak takut, tidak berharap, dan tidak mencintai kecuali hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Kedua: memberi perhatian besar pada ibadah-ibadah rahasia. Syaikh Taqiyuddin memiliki ungkapan sangat berharga tentang ibadah rahasia, yang termuat dalam beberapa pembahasan bukunya Al-Istiqamah. Beliau menjelaskan bahwa setiap orang bisa dibukakan pintu dalam ibadah rahasia yang tidak selalu dibukakan bagi orang lain. Oleh sebab itu, perhatian terhadap ibadah rahasia amat penting. Dalam konteks ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…karena (menikah) itu lebih menundukkan pandangan…” Maka, seorang hamba, selain berjuang melawan hawa nafsunya, juga wajib mengambil sebab-sebab yang memudahkan ketaatan, di antaranya adalah menikah.
=====
غَضُّ الْبَصَرِ أَيُّهَا الْأَفَاضِلُ هَذِهِ مِنْ الْأُمُورِ الَّتِي أَمَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهَا فِي كِتَابِهِ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ مُخَاطِبًا الرِّجَالَ قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ثُمَّ خَاطَبَ النِّسَاءَ فَقَالَ وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
هَذَا غَضُّ الْبَصَرِ مِنَ الْأُمُورِ الَّتِي لَهَا وَقْعٌ فِي الْقَلْبِ وَلِذَا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَرَنَ بَيْنَ غَضِّ الْبَصَرِ وَفِعْلِ الْقَلْبِ فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
وَذَلِكَ أَنَّكَ رُبَّمَا تَكُونُ مَعَ صَاحِبِكَ تَمْشِيَانِ فَلَرُبَّمَا نَظَرْتَ إِلَى أَمْرٍ وَهُوَ لَا يَعْلَمُ بِمَا تَنْظُرُ إِلَيْهِ وَلَرُبَّمَا اسْتَرَقْتَ الْبَصَرَ إِلَى شَيْءٍ مَمْنُوعٍ وَهُوَ يَرْقُبُكَ وَلَا يَدْرِي بِمَا تَنْظُرُ إِلَيْهِ
وَلِذَا جَاءَ فِي حَدِيثٍ عِنْدَ أَحْمَدَ وَالْحَاكِمِ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ غَضَّ بَصَرَهُ عَمَّا حَرَّمَ اللَّهُ وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى النَّظَرِ ابْتِغَاءَ مَا عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَعْقَبَ اللَّهُ فِي قَلْبِهِ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ
وَهَذِه حَلَاوَةُ الْإِيمَانِ يَقُولُ أَهْلُ الْعِلْمِ إِنَّ سَبَبَهَا بَعْدَ تَوْحِيدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِخْلَاصِ الْعِبَادَةِ لَهُ حَيْثُ يَكُونُ الْقَلْبُ فَارِغًا مِنَ التَّعَلُّقِ بِغَيْرِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الْعِنَايَةُ بِعِبَادَاتِ السِّرِّ
وَلِذَا فَإِنَّ الْمَرْءَ لَنْ يَجِدَ عِبَادَةً يَجِدُ فِيهَا حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مِثْلَ قِيَامِ اللَّيْلِ وَمِثْلَ الْإِنْفَاقِ فِي السِّرِّ وَلِذَا جَاءَ عِنْدَ ابْنِ مَاجَهْ ثَلَاثٌ مَنْ فَعَلَهُنَّ ذَاقَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ وَذَكَرَ مِنْهَا وَأَخْرَجَ زَكَاةَ مَالِهِ وَلَمْ يَخْرُجِ الْمَرِيضَةَ وَلَا ذَاتَ الشَّرَطِ لِأَنَّ بَذْلَ الْمَالِ فِي السِّرِّ لَا يَعْلَمُ بِهِ إِلَّا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
وَالْمَالُ لَهُ حَلَاوَةٌ فِي الْقَلْبِ وَمَحَبَّةٌ وَمِنْهَا غَضُّ الْبَصَرِ وَهُوَ الِانْكِفَافُ وَفِي هَذَا الْوَقْتِ أَصْبَحَ غَضُّ الْبَصَرِ مِنَ الْأُمُورِ الصِّعَابِ حَتَّى إِنَّ الْمَرْءَ رُبَّمَا يَكُونُ فِي بَيْتِهِ مُغْلِقًا عَلَيْهِ بَابَهُ وَمُرْخِيًا عَلَيْهِ سِتَارَهُ وَلَا يَعْلَمُ بِهِ فِي هَذَا الْمَكَانِ أَحَدٌ إِلَّا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
ثُمَّ مَا إِنْ يَنْظُرُ فِي هَاتِفِهِ النَّقَّالِ مَعَهُ أَوْ يَنْظُرُ فِي الشَّاشَةِ الَّتِي أَمَامَهُ فَيَنْظُرُ مِنَ الْأُمُورِ الَّتِي لَا يُمْكِنُ أَنْ يَنْظُرَ لَهَا غَيْرُهَا مِنَ الْأُمُورِ الْمُحَرَّمَةِ
لَكِنْ إِذَا تَذَكَّرَ مَا عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ثُمَّ غَضَّ بَصَرَهُ حِينَذاكَ رَجَاءَ مَا عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَلْيَبْشِرْ بِأَنَّهُ سَيَجِدُ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ
هَكَذَا أَخْبَرَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ يَقُولُ أَسْمَعُ أَنَّ سُفْيَانَ يَقُولُ إِنَّ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ لَذَّةٌ عَظِيمَةٌ جِدًّا لَا أَجِدُهَا وَأَسْمَعُ أَنَّ إِبْرَاهِيمَ بْنَ أَدْهَمَ يَقُولُ إِنَّنَا فِي قِيَامِ اللَّيْلِ فِي لَذَّةٍ لَوْ عَلِمَ عَنْهَا أَبْنَاءُ الْمُلُوكِ لَجَلَدَنَا عَلَيْهَا بِالسُّيُوفِ وَلَكِنِّي لَا أَجِدُهَا وَأَسْمَعُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ كَانَ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ اشْتَغَلَ بِالْعِبَادَةِ حَتَّى لَا يَدْرِي مَنْ بِجَانِبِهِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الزُّنْبُورُ فَرُبَّمَا لَسَعَهُ مَرَّاتٍ كَثِيرَاتٍ
ثُمَّ بَعْدَ ذَلِكَ لَا يَتَحَرَّكُ ثُمَّ يَقُولُ كُنْتُ فِي شُغْلٍ عَنْهَا
وَفِي سُنَنِ أَبِي دَاوُدَ أَنَّ سَهْمًا غَرْبًا أَصَابَ أَحَدَ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا انْبَطَلَ مِنْ صَلَاتِهِ قَالَ كُنْتُ أَقْرَأُ سُورَةً أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا لَوْلَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَنَا بِالْحِرَاسَةِ هَذِهِ الْأُمُورُ قَدْ نَفْعَلُ مِثْلَ أَفْعَالِ أُولَئِكَ الْقَوْمِ لَكِنَّنَا لَا نَجِدُ فِي قُلُوبِنَا مَا وَجَدُوا لِسَبَبَيْنِ ذَكَرْتُ لَكَ قَبْلَ قَلِيلٍ وَهُوَ قَضِيَّةُ أَفْعَالِ الْقُلُوبِ التَّعَلُّقُ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ نَفْيِ الشَّرِيكِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَنْهُ وَإِخْلَاصِ الْعِبَادَةِ
وَمِنْ أَنْوَاعِ إِخْلَاصِ الْعِبَادَةِ إِخْلَاصُ أَفْعَالِ الْقُلُوبِ فَلَا تَوَكُّلَ وَلَا اسْتِعَانَةَ وَلَا خَوْفَ وَلَا رَجَاءَ وَلَا مَحَبَّةَ إِلَّا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالْأَمْرُ الثَّانِي الْعِنَايَةُ بِعِبَادَاتِ السِّرِّ وَلِلشَّيْخِ تَقِيُّ الدِّيْنِ كَلَامٌ نَفِيسٌ جِدًّا فِي عِبَادَةِ السِّرِّ ضَمَّنَهُ بَعْضُ مَبَاحِثِ كِتَابِهِ الِاسْتِقَامَةِ وَكَيْفَ أَنَّ لِكُلِّ وَاحِدٍ يُفْتَحُ لَهُ فِي بَابٍ لَا يُفْتَحُ عَلَى الْآخَرِ فِي عِبَادَاتِ السِّرِّ وَلِذَا الْعِنَايَةُ بِعِبَادَاتِ السِّرِّ مُهِمٌّ نَاسَبَ ذَلِكَ قَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ فَالْإِنْسَانُ مَعَ مُجَاهَدَةِ نَفْسَهُ وَمُجَالَدَتِهِ لَهَا يَبْذُلُ الْأَسْبَابَ وَمِنْهَا الزَّوَاجُ